| secretlifeasaromancenovelist.blogspot.com |
“CINTAILAH orang yang kau cintai dengan sederhana saja, boleh
jadi kelak dia akan menjadi musuhmu, dan bencilah musuhmu dengan sederhana
saja, boleh jadi suatu saat dia akan menjadi orang yang kau cintai.”
(H.R. Tirmidzi)
Hatdis
diatas menjadi sebuah pengantar yang tepat untuk tulisan ini. Bahwa memang kita
tidak tahu, apa yang akan terjadi esok, atau lusa. Karena takdir hanyalah milik
Allah SWT. Hingga Rasulullah pun telah memperingatkan kita melalui hadits
tersebut. Hadits tentang cinta. Dimana cinta merupakan sesuatu yang sudah
menjadi fitrah manusia. Setiap orang pasti pernah mengalaminya, walaupun
mungkin dengan pengalaman yang tidak sama antara satu orang dengan orang yang
lain. Cinta adalah ekspresi kebahagiaan tertinggi, Kadarnya sulit diukur dengan
indera. Berbeda dengan apa yang sering di utarakan oleh remaja, bahwa cinta
adalah ketertarikan terhadap lawan jenis, jika keduanya sama sama cinta, maka
mereka akan pacaran atau menikah. Statement tersebut adalah statement yang
rasional, bahwa orang yang saling suka akan senang apabila mereka bersama sama.
Tidak salah memang jika hal itu disebut dengan cinta, namun terlalu naif jika membatasi arti cinta dalam lingkup yang
terlalu sempit, seperti diatas.
Kenyataan
yang ada adalah, cinta manusia merupakan bagian dari nafsu. Nafsu merupakan
anugerah Allah. Karena dengan nafsu kita mampu membawa diri kita kemana, karena
motor pergerakan kita adalah nafsu. Nafsu adalah bagian dari akal pikiran.
Keinginan, harapan, tujuan, hasrat, dan tentu saja, cinta adalah bagian dari
nafsu. Menjadikan nafsu sebagai pemeran utama kehidupan kita, karena tanpa
adanya nafsu, tidak akan ada harapan, bahkan untuk mendekat pada Tuhan
sekalipun.
Kenyataan
bahwa cinta manusia adalah bagian dari nasfu, memberikan permis-premis sebagai
berikut. Premis Pertama, cinta merupakan bagian dari jiwa yang bisa
dikendalikan. Yang kedua, cinta dapat dapat menjadi tidak terkendali jika
berada pada jiwa yang lemah, bahkan kita dapat dikuasai oleh nafsu alwamah,
yang ironisnya kita akan tetap menganggap nafsu tersebut sebagai cinta. Dari
kedua premis tersebut, dapat diambil sebuah kesimpulan. Bahwa cinta manusia
adalah bagian jiwa yang terkendali, namun, apabila kita tak mampu
mengendalikannya, nafsu bertopeng cinta lah yang akan mengendalikan kita.
Menarik
jika kita membahas tentang kesimpulan nomor dua, dimana jika kita tidak mampu
memengendalikan cinta tersebut, maka nafsu bertopeng cinta itulah yang akan
mengendalikan kita. Mungkin inilah yang menyebabkan orang tiba tiba kehilangan
rasa cintanya, atau malah seseorang menjadi begitu membabi buta, mencintai
sesuatu. Bahkan cinta yang begitu besar dapat membuat kita justru menjadi
sangat membenci apa yang kita cintai itu, karena mungin tidak rela dengan apa
yang dialami oleh sesuatu yang kita cintai, dan itu tidak sesuai dengan
kehendak kita, meninggalkan trauma mendalam bagi hingga memposisikan hal yang
dulunya sangat kita cintai, menjadi hal yang paling kita benci.
Maksud
dari hadits yang menjadi pengantar tadi, sangat terasa disini. Betapa
Rasulullah SAW sudah memperingatkan kita, bahwa mencintai itu memang seharusnya
sederhana, kepada apapun itu. Karena cinta manusia adalah bagian dari nafsu,
yang mudah terombang ambing. Kita tak pernah tau tentang apa yang akan terjadi
di masa yang akan datang. Mungkin rasa malu yang akan kita dapatkan, ketika
kita menemui orang yang dulu sangat kita cintai, bahkan pernah menjadi (maaf)
pacar, namun kini dia menjadi orang yang
sangat kita benci, karena dia telah melukai hati kita, dengan luka yang sangat
dalam dan sulit terhapus. Atau mungkin, harta yang begitu kita bangga banggakan
di dunia, akan menjadi hal yang paling kita benci ketika kita telah sampai di
akhirat, karena harta pula lah yang pada akhirnya akan memperlama hisab kita.
Atau bagi orang yang Hubuddunya atau
orang yang cinta dunia, akan menjadi orang yang paling membenci dunia, karena
karena dunia lah, dia harus menanggung siksa kubur dan masuk neraka. Kembali
lagi, kita rasakan, bahwa memang benar, mencintai memabg harus dengan cara yang
sederhana.
Cinta
yang sederhana, representasi dari nafsu manusia yang tidak berlebihan akan
segala sesuatu. Menjadikan nafsu sebagai alat, untuk mencapai tujuan mulya nya.
Atau karena mungkin kita tahu, kita harus mencintai dengan sderhana karena
memang itulah fitrah bagi manusia, karena kita tahu, cinta kita adalah salah
satu representasi nafsu. Berbeda denga cinta yang bersifat ketuhanan, cinta
Allah kepada hambanya. Itulah cinta yang sejati bukan representasi nafsu, namun
representasi dari sifat ketuhanan yang hanya dimiliki oleh Allah SWT, yang
kadarnya tidak terukur, karena memang dimensi kita berbeda, yaitu antara
dimensi manusia, serta dimensi ketuhanan, yang tak akan pernah bisa kita
bayangkan, seperti apa wujudnya.
0 comments:
Post a Comment